Jumat, 10 Februari 2012

MATERI PKD

 
REKONSTRUKSI TEOLOGIS :MEMPERTIMBANGKAN GAGASAN HASSAN HANAFI
Oleh : Koord. Materi Keislaman
A. Sekilas Biografi Hassan Hanafi
Memahami pemikiran seseorang, tidak bisa dilepaskan dari perspektif historis kelahiran pemikiran beserta ruang lingkup yang mempengaruhinya. Ada beragam faktor yang turut terlibat dalam memunculkankarakteristik pemikiran seseorang. Menurut Anton Bakker dan Charis Zubair (1990: 47), sebagaimana dikutipListiyono Santoso (2007: 267) manusia itu makhluk historis. Maka memahami pemikiran Hanafi juga tidak bisadilepaskan dari berbagai faktor yang mempengaruhi terbentuknya karakteristk dasar pemikirannya.Hassan Hanafi lahir di Kairo, 13 Februari 1935, dari keluarga musisi (
John L. Esposito, 1995:98 )
.Pendidikannya diawali di pendidikan dasar, tamat tahun 1948, kemudian di Madrasah Tsanawiyah ‘Khalil Agha’,Kairo, selesai 1952. Selama di Tsanawaiyah ini, Hanafi sudah aktif mengikuti diskusi-diskusi kelompok IkhwanulMuslimin, sehingga tahu tentang pemikiran yang dikembangkan dan aktivitas-aktivitas sosial yang dilakukan.Selain itu, ia juga mempelajari pemikiran Sayyid Quthub tentang keadilan sosial dan keislaman. Tahun 1952 itu juga, setamat Tsanawiyah, Hanafi melanjutkan studi di Departemen Filsafat Universitas Kairo, selesai tahun 1956dengan menyandang gelar sarjana muda, terus ke Universitas Sorbone, Prancis. Pada tahun 1966, ia berhasilmenyelesaikan program Master dan Doktornya sekaligus dengan tesis
‘Les Methodes d’Exegeses: Essei sur LaScience des Fondament de La Conprehension Ilmu Ushul Fiqh’ 
dan desertasi
‘L’Exegese de la Phenomenologie, L’etat actuel de la Methode Phenomenologie et son Application au Phenomene Religiux’ 
(
Lutfi Syaukani, 1994:121)
.
Hassan Hanafi harus diakui merupakan seorang intelektual muslim berkebangsan Mesir yang sangat produktif. Pada fase awal pergulatan pemikirannya, tulisan-tulisan Hassan Hanafi bersifat ilmiah murni. Barusetelah itu, ia mulai berbicara tentang keharusan Islam untuk mengembangkan wawasan kehidupan yang progresif dan berdimensi pembebasan
(Taharrur, Liberation).
Hal itu mengisyaratkan, bahwa fungsi pembebasan jika kita inginkan, dapat membawa masyarakat pada kebebasan dan keadilan. Pada tahun 80-an Hassan Hanafimulai mengarahkan pemikirannya pada upaya universalisasi Islam sebagai paradigma peradaban melaluisistematisasi proyek “Tradisi dan Modernitas” yang ditampilkan memalui bukunya
al-Turas Wa al-Tajdid 
yangterbit pada tahun 1980. Lalu
al-Yasar al-Islami
(Kiri Islam); sebuah tulisan yang berbau ideologis. Jika KiriIslam baru merupakan pokok-pokok pikiran yang belum memberikan rincian dari program pembaruannya, maka, buku
Min al-Aqidah ila Al-Tsaurah
(5 jilid) yang ditulis hampir sekitar 10 tahun dan baru terbit pada tahun 1988,memuat uraian rinci tentang pembaharuan dan memuat gagasan rekonstruksi ilmu kalam (teologi Islam klasik).Dan tulisan singkat ini mencoba untuk mengurai sedikit tentang gagasan rekonatruksi ilmu kalam ini.
C. Dari Teologi Theosentris ke Antroposentris.
Selain secara teoritis, teologi klasik dianggap tidak ilmiah dan tidak filosofis, karena cenderung lepasdari sejarah dan pembicaraan tentang manusia disamping cenderung sebagai legitimasi bagi status quo, menurutHanafi, secara praktis, teologi tidak bisa menjadi ‘pandangan yang benar-benar hidup’ yang memberi motivasitindakan dalam kehidupan konkrit manusia. Sebab, penyusunan teologi tidak didasarkan atas kesadaran murnidan nilai-nilai perbuatan manusia, sehingga muncul keterpecahan (
 split 
) antara keimanan teoritik dan keimanan praktis dalam umat, yang pada gilirannya melahirkan sikap-sikap moral ganda atau ‘singkritisme kepribadian’.Fenomena sinkritis ini tampak jelas, menurut Hanafi, dengan adanya ‘faham’ keagamaan dan sekularisme (dalamkebudayaan), tradisional dan modern (dalam peradaban), Timur dan Barat (dalam politik), konservatisme dan progresivisme (dalam sosial) dan kapitalisme dan sosialisme (dalam ekonomi). (Hanafi,
1991: 59)
Kerangka konseptual di atas pada gilirannya membuat Hanafi berani mengajukan konsep baru tentangteologi Islam. Tujuannya untuk menjadikan teologi tidak sekedar sebagai dogma keagamaan yang kering dankosong melainkan mampu menjelma sebagai ilmu tentang perjuangan sosial, menjadikan keimanan berfungsisecara aktual sebagai landasan etik dan motivasi tindakan manusia. Karena itu, gagasan-gagasan Hanafi yang berkaitan dengan teologi, berusaha untuk mentranformulasikan teologi tradisional yang bersifat teosentris menujuantroposentris, dari Tuhan kepada manusia (bumi), dari tekstual kepada kontekstual, dari teori kepada tindakan,dan dari takdir menuju kehendak bebas. Pemikiran ini, minimal, di dasarkan atas dua alasan; pertama, kebutuhanakan adanya sebuah ideologi (teologi) yang jelas di tengah pertarungan global antara berbagai ideologi. Kedua, pentingnya teologi baru yang bukan hanya bersifat teoritik tetapi sekaligus juga praktis yang bisa mewujudkansebuah gerakan dalam sejarah (
AH. Ridwan, 1998: 44-5)
.Untuk menggagas satu formulasi baru dan menambal kekurangan teologi klasik yang dianggap tidak  berkaitan dengan realitas sosial, Hanafi menawarkan dua teori (
Hanafi, 1991: 408-409)
.
 Pertama
, analisa bahasa.Bahasa dan istilah-istilah dalam teologi klasik adalah warisan nenek moyang dalam bidang teologi yang khas, danseolah-olah sudah menjadi doktrin yang tidak bisa diganggu gugat. Menurut Hanafi, istilah-istilah dalam teologisebenarnya tidak hanya mengarah pada realitas yang transenden dan ghaib, tetapi juga mengungkap tentang sifat-sifat dan metode keilmuan; yang empirik-rasional seperti iman, amal dan imamah, yang historis seperti nubuwahdan ada pula yang metafisik, seperti Tuhan dan akherat.
 Kedua
, analisa realitas. Menurut Hanafi, analisa inidilakukan untuk mengetahui latar belakang historis-sosiologis munculnya teologi dimasa lalu dan bagaimana pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat atau para penganutnya. Selanjutnya, analisa realitas berguna untuk menentukan stressing bagi arah dan orentasi teologi kontemporer.Untuk melandingkan dua usulannya tersebut, Hanafi paling tidak menggunakan tiga metode berfikir;
dialektika, fenomenologi
dan
hermeunetik.
Dialektika adalah metode pemikiran yang didasarkan atas asumsi bahwa perkembangan proses sejarah terjadi lewat konfrontasi dialektis dimana tesis melahirkan antitesis yangdari situ kemudian melahirkan sintesis. Hanafi menggunakan metode ini ketika, sebelumnya, menjelaskan tentangsejarah perkembangan pemikiran Islam. Juga ketika Hanafî berusaha untuk membumikan kalam yang dianggapmelangit. Maka apa yang dilakukan Hanafi terhadap kalam klasik ini sama sebagaimana yang dilakukan Marxterhadap pemikiran Hegel. Menurut Marx, pemikiran Hegel berjalan di kepalanya, maka agar bisa berjalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar